Kota Semarang Diserang Puluhan Ekor Ular Piton
Munculnya puluhan ekor ular piton berbagai jenis di
perkampungan pusat kota Semarang memunculkan berbagai spekulasi. Salah satunya
isu kerajaan ular di bawah kota.
Sebagian masyarakat mengaku pernah mendengar adanya
terowongan drainase buatan Belanda yang menghubungkan Lawangsewu - SMAN 1 Semarang - Benteng Pendem. Drainase
itulah yang dicurigai sebagai kerajaan ular. Ketika tempat mereka penuh,
ular-ular itu keluar mencari habitat baru.
"Saya pernah mendengar ada terowongan di Lawangsewu,
Rumah Sakit Kariadi, SMAN 1 dan Benteng Pendem, mungkin karena tak berfungsi
lagi," kata Chandra, warga Jalan Anggrek kepada Liputan6.com, Kamis, 25
Februari 2016.
Sejarawan Kota Semarang Jongkie Tio menampik dugaan
tersebut. Menurut dia, lorong bawah tanah itu belum tentu saluran drainase
karena hingga kini belum pernah ditemukan lorong yang saling berhubungan itu.
"Itu semacam mitos saja barangkali. Namun kalau ada
yang meyakini ya monggo, yang pasti bukti keberadaan lorong itu tak
ditemukan," kata Jongkie Tio.
Jongkie mengisahkan pengalaman masa kecilnya tinggal di
kawasan seputar Simpang Lima. Menurut dia, saat hujan yang menyebabkan banjir,
banyak ular berkeliaran. Namun, ia tak menyebutkan hal itu disebabkan karena
adanya drainase.
Jongkie justru menyalahkan dataran rendah dan ketiadaan
drainase yang justru menyebabkan banjir selalu terjadi di kawasan Simpang Lima.
Penanganan serius terhadap banjir di kawasan itu baru dimulai pasca-Orde Baru,
yakni saat dipimpin Wali Kota Semarang Sukawi Sutarip.
"Sebelumnya memang ada pembuatan saluran tambahan,
yakni di Kampung Kali," kata Jongki Tio.
Sepakat dengan Jongkie,
arsitek Unika Soegijopranoto, Tjahjono Rahardjo juga menyebut lorong
bawah tanah di kawasan Simpanglima tidak mungkin ada.
Lelaki yang sedang meneliti sejumlah bangunan kuno di Kota
Lama dan planologi peninggalan Belanda itu beralasan sejumlah bangunan yang
berdiri di kawasan itu dibangun dalam masa berbeda-beda.
"Dari Benteng Pendem, Lawangsewu, SMA 1, dan RS Kariadi
itu membangunnya beda zaman. Beda tahun. Sangat tidak mungkin," kata
Tjahjono.
Ia menduga tempat yang disebut lorong itu adalah ruangan
semacam bunker. Ia menjelaskan, tipikal bangunan Belanda memang memiliki
ruangan itu dan sering dijadikan gudang bawah tanah.