Situs Song Terus Abadikan Sejarah Manusia Purba
GOA Song Terus di Desa Wareng,
Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, kian disorot para arkeolog.
Benda-benda temuan dari goa itu membuktikan adanya sejarah ”kerajaan” manusia
purba di Jawa pada ratusan ribu tahun lalu. Pemerintah pun bersiap membangun
museum khusus tak jauh dari situs itu.
Goa Song Terus sepanjang 150 meter
dengan lebar 10 meter-20 meter dan tinggi plafon 10 meter itu menarik perhatian
sejak ditemukannya rangka manusia purba pada 1999. Diperkirakan, rangka manusia
purba itu berusia 10.000 tahun. Para arkeolog dan warga setempat sepakat
menamainya Mbah Sayem.
Mbah Sayem seorang laki-laki berumur
40 tahun-50 tahun. Saat ditemukan, posisinya sedang berbaring. Kedua tangannya
menggenggam alat batu dan alat dari tulang. Beberapa kepala monyet ekor panjang
atau makaka tersebar di sekelilingnya. Kuburannya ditutupi daun pakis, yang di
atasnya diletakkan sepotong besar daging sapi bakar.
Sekitar 3 kilometer dari situ,
terdapat goa lain, Song Keplek, yang juga diteliti. Song Keplek merupakan goa
hunian manusia ras Australomelanesid yang hidup pada 8.000-4.500 tahun lalu.
Hasil budaya mereka sama, seperti alat serpih batu, alat tulang, dan alat
cangkang kerang. Lima manusia telah ditemukan di goa ini.
”Ada rangka manusia dewasa dan
anak-anak yang ditemukan di Song Keplek. Mereka ini penghuni goa,
beranak-pinak, dan mengeksplorasi pegunungan karst. Mbah Sayem di Song Terus
juga menghuni goa itu. Besar kemungkinan goa-goa di Pacitan ini menjadi
terminal pendaratan Homo erectus, sama dengan di Sangiran,” kata Harry
Widianto, Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal
Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, awal Desember lalu.
Melihat karakteristik serta
temuan-temuannya, goa-goa di Pacitan itu diyakini sebagai rumah, tempat tidur.
”Setelah berburu, hasil buruannya dimasak di situ. Kan, api sudah ditemukan
sejak 450.000 tahun lalu,” kata Harry, yang juga arkeolog peneliti Situs
Sangiran.
Sejak Song Terus diteliti tahun
1994, ditemukan lebih dari 70.000 artefak. Pada 10 tahun terakhir, penggalian
dilakukan intensif oleh tim gabungan Pusat Penelitian dan Pengembangan
Arkeologi Nasional dan Museum National d’Histoire NaturÃlle Paris, Perancis,
dipimpin oleh Truman Simanjuntak dan Francois Semah. Mereka menggali di pintu
masuk goa, dengan dua buah lubang uji yang digali hingga kedalaman 16 meter.
Menurut Mirza Ansyori, peneliti muda
yang juga mahasiswa S-3 di Museum National d’histoire NaturÃlle Paris, situs ini
memiliki lapisan arkeologi yang panjang. Ada Lapisan Terus dengan bukti
peradaban pada 300.000-80.000 tahun lalu, Lapisan Tabuhan (60.000-18.000 tahun
lalu), dan Lapisan Keplek (12.000-6.500 tahun lalu).
Dalam buku Jejak Langkah Setelah
Sangiran karangan Harry Widianto (2011) disebutkan, tiga lapisan itu
menggambarkan tiga lapisan budaya, yaitu budaya paleolitik di dua lapisan
pertama dan budaya praneolitik pada Lapisan Keplek. Alat-alat serpih, kapak
perimbas, dan penetak dari batu rijang atau batu gamping tersebar di dua
lapisan terbawah.
Mirza menjelaskan, Lapisan Keplek
itu menunjukkan lingkungan hutan hujan tropis. Lapisan Terus, yang tertua, juga
basah. ”Kami menemukan alat-alat batu dan fauna, seperti rusa dan
binatang-binatang yang mewakili lingkungan lembab, seperti siamang, kerbau, dan
babi,” paparnya.
Song Terus, juga goa-goa lain dengan
stalaktit dan stalagmit yang khas lingkungan karst, memang menarik minat para
arkeolog. Francois Semah sudah bertahun-tahun tinggal di Desa Wareng bersama istrinya
yang juga peneliti. ”Di masa 85.000 tahun lalu, sudah ada jejak hunian goa yang
tertua, mungkin tertua di Asia. Bukti kebudayaannya ada,” katanya.
”Kami pernah menemukan satu gigi
manusia pada masa itu, tetapi masih diteliti. Ceritanya makin lama makin banyak
dan menarik,” sambung Mirza.
Ekskavasi di Song Terus menghasilkan
puluhan ribu artefak yang melengkapi bukti kehidupan ras Australomelanesid di
goa-goa di bagian barat, tengah, dan timur Gunung Sewu selama lebih dari 5.000
tahun. Ini semacam gambaran ”kerajaan” prasejarah di Jawa, khususnya Pacitan.
”Kisah luar biasa ini harus
disuguhkan kepada masyarakat melalui museum,” kata Dirjen Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kacung Marijan.
Pemerintah menyiapkan 2 hektar lahan
untuk museum tak jauh dari Situs Song Terus. Ini diharapkan menjadi sarana
untuk studi lebih lanjut tentang kebudayaan manusia purba.