Kisah Ilmuwan Rusia Yang Ingin Menembus Bumi
Ini kisah horor yang pernah heboh: konon, pada 1970-an, para
ilmuwan Rusia berniat 'melubangi' Bumi. Mereka menggali tanah hingga kedalaman
lebih dari 14 kilometer menembus lapisan kerak (earth crust).
Namun, hawa panas sekitar 2.000 derajat Fahrenheit atau
1.093 derajat Celcius menghentikan penggalian itu. Para ilmuwan lalu memasukan
mikrofon untuk mendapatkan data audio pergerakan kerak bumi. Namun, mereka
takut bukan kepalang saat mendengar suara mirip teriakan jutaan orang yang
sedang disiksa.
Tak hanya itu, penampakan mengerikan mirip kelelawar disebut
muncul dari lubang untuk memberikan peringatan keras. Kaget dan merinding, para
ilmuwan memutuskan untuk menghentikan proyek mereka.
Meski mayoritas berisi kebohongan, ada kebenaran di balik
kisah tersebut. "Uni Soviet (memang) mencoba menggali sedalam mungkin dari
tahun 1970-1989. Namun berhenti di kedalaman 12 kilometer, hanya sekitar 0,1
persen dari kedalaman yang dibutuhkan untuk menembus Bumi," kata fisikawan
Alexander Klotz dari McGill University di Montreal, Kanada, seperti dikutip
dari situs sains LiveScience, Rabu (1/4/2015).
Kini, topik yang sama kembali mencuat: upaya manusia untuk
menembus Bumi. Jika terowongan berhasil dibuat, kira-kira berapa waktu yang
dibutuhkan?
Skenario sebelumnya menyebut tentang 'terowongan gravitasi'
(gravity tunnel) yang dibor dari satu sisi Bumi, melewati inti, dan keluar dari
sisi lain planet. Dengan cara itu, waktu yang diperlukan adalah 42 menit dan 12
detik.
Mengasumsikan bahwa Bumi adalah planet padat seperti
kelereng. Tantangannya adalah bagaimana
agar terowongan tahan panas yang intens dan pepatnya tekanan di dalam Bumi.
Kini, perhitungan terbaru menyebut, waktu yang dibutuhkan
mungkin lebih pendek dari 42 menit.
Kuncinya adalah kekuatan daya tarik gravitasi bumi, yang
berkaitan dengan kepadatan yang berbeda di berbagai lapisan Bumi. Kekuatan
gravitasi akan berkurang saat seseorang mendekati inti Bumi.
Dengan mengasumsikan tak ada hambatan udara, momentum jatuh
bisa berayun ke permukaan sisi lain Bumi.
Siapapun yang terjun harus memastikan segera keluar dari lubang. Atau,
ia akan kembali jatuh, meluncur bolak-balik di dalam terowongan gravitasi,
seperti pendulum yang berayun.
"Bayangkan seperti perosotan yang membutuhkan waktu 40
menit untuk turun, hingga kecepatan 8 kilometer per detik," kata Alexander
Klotz. "Pada setengah jalan, gravitasi akan berubah arah, Anda akan
berayun dan harus berpegangan pada sesuatu jika tak ingin kembali ke
asal."
Asumsi 42 menit yang dikeluarkan pada 1966 mengabaikan
bagaimana cara mengebor lubang hingga kedalaman 12.742 km sampai tembus ke sisi
Bumi yang lain. Hipotesis tersebut mengasumsikan bahwa planet manusia seperti
kelereng.
Kini dengan perhitungan yang lebih realistis, Klotz
menemukan waktu yang dibutuhkan untuk menembus Bumi adalah 38 menit dan 11
detik -- sekitar 4 menit lebih cepat dari yang dikira sebelumnya.
Klotz mendasarkan kalkulasinya pada struktur internal Bumi
yang didapatkan dari data seismik. Kerak bumi, kata dia, memiliki kepadatan
kurang dari 3 gram per centimeter kubik, sementara di bagian inti kepadatannya
13 gram per centimeter kubik.
Pola kepadatan Bumi tak otomatis gradual berdasarkan
lapisannya. Ada peningkatan tajam di batas antara mantel dan inti terluar -- di
kedalaman 2.900 km.
Para fisikawan juga mengasumsikan tak ada hambatan udara di
terowongan gravitasi. "Saya membayangkan, jika kita bisa memiliki
teknologi untuk menggali terowongan sedalam itu, kita sudah mempunyai teknologi
untuk menghisap udara dari dalamnya," kata Klotz.
Yang mengejutkan, Klotz menemukan bahwa kalkulasinya nyaris
identik -- dengan hasil jika ia mengasumsikan kekuatan tarikan gravitasi
seragam di seantero Bumi, termasuk di permukaan. Kok bisa?
Ini jawabannya, "gravitasi hanya berubah sekitar 10
persen saat sesorang menuju ke kedalaman Bumi
-- awalnya menguat, lalu melemah. Menguat di kedalaman 3.000 km,"
kata Klotz. "Awalnya terasa berat dan harus menambah kecepatan untuk bergerak,
namun, ketika mencapai wilayah di mana gravitasi berbeda dengan permukaan,
seseorang butuh lebih sedikit waktu untuk melewatinya."
Klotz menjelaskan secara detil temuannya dalam American
Journal of Physics edisi Maret 2015. Namun, jangan pernah mengharapkan
seseorang menguji apakah perhitungan itu benar dalam waktu dekat. Manusia belum
punya teknologi menembus Bumi.